Keperawatan


 

Landasan teori medis diambil dari:

  1. http://dewabenny.wordpress.com/2008/06/22/efusi-pleura/
  2. http://dokterfoto.com/2008/01/09/efusi-pleura/
  3. http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/pleural_effusion.jsp
  4. faculty.ksu.edu.sa/…/ Students’s%20Clinical%20presentations/Zahra’a%20Hussin%20AL-
  5. NANDA 2007-2008 (keperawatan).

 

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.

Pleural effusion occurs when too much fluid collects in the pleural space (the space between the two layers of the pleura). It is commonly known as “water on the lungs.” It is characterized by shortness of breath, chest pain, gastric discomfort (dyspepsia), and cough.

Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu :

(lebih…)

Many kinds of medicines, diagnostic tests, procedures, the number of patients and staff in hospitals can be a potential risk for errors. These errors can produce problems, injury or trauma to the patients. Thus, “safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of quality management” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004 cited in Yahya, 2006).

 

One of the biggest patient safety issues in health care is decubitus ulcer. The Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) Patient Safety Indicators (PSIs) has identified decubitus ulcer as one of the adverse events during hospitalization (Zhan, 2006). In USA at present, decubitus ulcer occurs 474,692 per year or 54 per hour. In developing countries, the incidence rate of decubitus ulcer was 11% in the two weeks of treatment (Arief, 2007).

 

Decubitus ulcers, also known as bedsores, pressure ulcers and pressure sores, are caused by impaired blood supply and tissue malnutrition owing to prolonged pressure over skin, soft tissue, muscle, and/or bone (Bansal et al, 2005). Bansal et al also explained that susceptibility to pressure ulcers comes from a combination of external factors (such as: pressure, friction, shear force, and moisture) and internal factors (for instance: fever, malnutrition, anemia, and endothelial dysfunction).

 

Moreover, Bansal et al said that patient with normal sensitivity, mobility, and mental faculty, decubitus ulcers usually do not occur. Patients with the following conditions are most susceptible: neurological disease, cardiovascular disease, prolonged anesthesia, dehydration and malnutrition, hypotension and surgical patients. Two-thirds of decubitus ulcers occur in patients aged more than seventy years. Thus, decubitus ulcers occur most often in aged, incontinent, debilitated, paralyzed, and unconscious patients.

 

Spilsbury et al (2007) have done a research which focussed on the complexities impact of decubitus ulcers. Spilsbury et al found that patient got emotional, mental, physical and social effects because of the decubitus ulcer and its treatments. Patients also gave their suggestions on the causes of their decubitus ulcer and descriptions of pain, appearance, smell and fluid leakage. Additionally, patients described amounts and quality of care that they received, including comfort levels of dressings and pressure relieving equipment, also the timing of interventions. Besides that, patients were largely dependent on others to treat, manage and care for their ulcer, but indicated that the pain, discomfort and distress of pressure ulcers were not acknowledged by nursing staff. Based on this research, nurses should provide preventive interventions and understand the importance of comfort for patients. 

 

(lebih…)

PERAN PERAWAT PASCA OPERATIF

 

1. Komunikasi dari informasi intraoperatif :

a. Menyebutkan nama pasien

b. Menyebutkan jenis pembedahan yang dilakukan

c. Menggambarkan faktor-faktor intraoperatif (pemasangan drain/kateter, dll)

d. Menggambarkan keterbatasan fisik

e. Melaporkan tingkat kesadaran pasca operatif

 

2. Pengkajian pasca operatif di ruang pemulihan

Menentukan respon langsung pasien terhadap intervensi pembedahan.

 

3. Unit Bedah

a. Mengevaluasi efektivitas dari asuhan keperawatan di ruangan operasi

b. Menentukan tingkat kepuasan pasien dengan asuhan yang diberikan selama periode peri operatif

c. Mengevaluasi produk-produk yang digunakan pada pasien di ruang operasi

d. Menentukan status psikologis pasien

e. Membantu dalam perencanaan pemulangan

 

4. Di rumah/klinik

a. Gali persepsi pasien tentang pembedahan dalam kaitannya dengan agen anesthesi, dampak pada citra tubuh, penyimpangan, immobilisasi

b. Tentukan persepsi keluarga tentang pembedahan.   

 

(lebih…)

Introduction

 

Nowadays, an indicator which can measure the quality of a hospital is the nosocomial infection rate. Nosocomial infection is an infection caught while staying in the hospital. These infections can be caused by bacteria, viruses, parasites, fungi or other agents. Known bacteria caught in the hospital are: Staphylococcic, Pseudomonades, Escherichia coli, and Enterococci. The Centre for Disease Control (CDC) has made the definition of nosocomial infection:

There are two special situations in which an infection is considered nosocomial: (a) infection that is acquired in the hospital but does not become evidence until after hospital discharge and (b) infection in a neonate that results from passage through the birth canal.

There are two special situations in which an infection is not considered nosocomial: (a) infection that is associated with a complication or extension of infection already present on admission, unless a change in pathogen or symptoms strongly suggests the acquisition of a new infection, and (b) in an infant, an infection that is known or proved to have been acquired transplacentally (e.g., toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, or syphilis) and becomes evident at or before 48 hours after birth.

There are two conditions that are not infections: 1) colonization, which is the presence of microorganisms (on skin, mucous membranes, in open wounds, or in excretions or secretions) that are not causing adverse clinical signs or symptoms, and 2) inflammation, which is a condition that results from tissue response to injury or stimulation by noninfectious agents, such as chemicals.

(lebih…)

PERAN PERAWAT PADA FASE INTRA OPERATIF

1.       Pemeliharaan Keselamatan

  1. Atur posisi pasien

          1). Kesejajaran fungsional

          2). Pemajanan area pembedahan

          3). Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi

  1. Memasang alat grounding ke pasien
  2. Memberikan dukungan fisik
  3. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.

2.      Pematauan Fisiologis

(lebih…)

PERAN PERAWAT PADA FASE PRE-OPERATIF

1.       Pengkajian Praoperatif di klinik/per telepon

           a.      melakukan pengkajian perioperatif awal

           b.      merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien

           c.      melibatkan keluarga dalam wawancara

           d.      memastikan kelengkapan pemeriksaan perioperatif

           e.      mengkaji kebutuhan pasien terhadap transportasi dan perawatan pascaoperatif.

2.      Unit Bedah

          a.      melengkapi pengkajian praoperatif

          b.      mengkoordinasi penyuluhan pasien dengan staf keperawatan lain

          c.      menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi

          d.      membuat rencana asuhan.

3.      Ruang Operatif

          a.      mengkaji tingkat kesadaran pasien

          b.      menelaah lembar observasi pasien

          c.      mengidentifikasi pasien

          d.      memastikan daerah pembedahan.

4.      Perencanaan

         a.      menentukan rencana asuhan

         b.      mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai.

5.      Dukungan Psikologis

          a.      menceritakan pada pasien apa yang sedang terjadi

          b.      menentukan status psikologis

          c.      memberikan peringatan akan stimuli nyeri

          d.      mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang berkaitan.

 

(lebih…)

PENDAHULUAN

Pada era tahun 80-an, tujuh dari delapan pasien bedah di rumah sakit setidaknya memerlukan menginap satu malam di rumah sakit. Sekarang ini, diperkirakan bahwa 60% pembedahan dilakukan di unit-unit rawat jalan. Pada waktu yang sama, di mana terjadi kemajuan teknologi, pelayanan dan pembayaran untuk perawatan kesehatan juga berubah, mengakibatkan lama hari rawat yang lebih singkat dan tindakan dengan biaya efektif (Brunner & Suddath, 2002). Sebagai akibatnya, banyak orang yang dijadwalkan untuk pembedahan menjalani persiapan diagnostik dan praoperatif sebelum masuk rumah sakit. Mereka juga meninggalkan rumah sakit lebih cepat, meningkatkan kebutuhan akan penyuluhan klien, perencanaan pemulangan (discharge planning), persiapan untuk perawatan diri, dan rujukan untuk perawatan rumah dan layanan rehabilitatif.

Bedah ambulatori, pembedahan sehari mengharuskan perawat untuk mempunyai pengetahuan yang solid mengenai semua aspek perawatan klien bedah. Pengetahuan keperawatan praoperatif dan pascaoperatif tidak lagi memadai; perawatan yang lengkap harus mencakup pemahaman tentang aktivitas intraoperatif.

(lebih…)

TAHAP PELAKSANAAN

Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. Kegagalan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan dan kesehatan dalam memecahkan masalah kesehatan keluarga disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah :

1. Kurangnya pengetahuan dalam bidang kesehatan

2. Informasi yang diperoleh keluarga tidak menyeluruh

3. Tidak mau menghadapi situasi

4. Mempertahankan suatu pola tingkah laku karena kebiasaan yang melekat

5. Adat istiadat yang berlaku

6. Kegagalan dalam mengkaitkan tindakan dengan sasaran

7. Kurang percaya terhadap tindakan yang diusulkan.

Faktor lain yang bersumber dari perawat adalah :

(lebih…)

Perumusan rencana perawatan adalah tahap yang berikutnya dalam proses keperawatan sesudah pengkajian dikerjakan dan masalah kesehatan/keperawatan keluarga telah diidentifikasi dan disusun menurut prioritasnya.

Definisi rencana perawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan guna memecahkan masalah kesehatan dan masalah perawatan yang telah diidentifikasi.

(lebih…)

Setelah menentukan masalah atau diagnosis keperawatan, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah sebagai berikut :

(lebih…)

Laman Berikutnya »